PERANG SALIB AWAL
A. PENDAHULUAN
Perjalanan aktivitas dakwah Islam sering dihadapi dengan pilihan
sulit yaitu melakukan peperangan. Rasulullah saw. dan para sahabat dipaksa
melakukan peperangan melawan orang-orang yang memusuhi dan/atau menghambat
dakwah Islam. Di masa Nabi saw. saja telah terjadi berbagai peperangan seperti Perang
Badar, Khandaq, Uhud, dll. Setelah Rasulullah saw. wafat, peperangan demi
peperangan tetap muncul dan berlangsung, bahkan kemudian terjadi pula peperangan
antara sesama umat Islam yang tentu saja alasannya menjadi berubah. Biasanya
peperangan antara sesama umat Islam terjadi karena alasan politik kekuasaan, dan kalaupun ada yang beralasankan agama hanya
sebatas perbedaan pemahaman yang berakhir dengan saling mengkafirkan dan
menghalalkan untuk menumpahkan darah.
Sesungguhnya peperangan dalam Islam adalah
pilihan terakhir, yakni ketika ada lagi jalan untuk mempertahankan diri dari
serangan musuh-musuh atau gangguan terhadap dakwah Islam. Hal sesuai dengan apa
yang telah digariskan oleh Allah swt. dalam Alquran. Firman Allah :
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ
يُقَاتِلُونَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Artinya : Dan perangilah di jalan Allah orang-orang
yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Baqarah : 190)
Dalam ayat
lain :
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ
ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
Artinya : Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka itu. (Al-Hajj :
39)
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya : Dan berperanglah kamu sekalian di jalan Allah,
dan ketahuilah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Baqarah : 244)
Langkah peperangan dalam Islam diambil adalah
untuk menyelamatkan manusia dan kemanusiaan dari kehancuran lebih jauh bukan
untuk memusnahkan. Itulah sebabnya, ketika kaum muslimin memenangi peperangan
dan menguasai wilayah lawan mereka tidak melakukan penjajahan terhadap
masyarakatnya apalagi membunuhi penduduknya, tetapi tetap membiarkan hidup
secara merdeka. Firman Allah berkenaan dengan ini :
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ
وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى
الظَّالِمِينَ
Artinya : Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada
fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika
mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali
terhadap orang-orang yang zalim. (Al Baqarah :
193)
Ayat di bawah ini mempertegas, bahwa
berperangan dalam Islam adalah karena Allah, membela orang-orang yang lemah baik
laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak serta menindak kezaliman.
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ وَالْوِلْدَانِ
الَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا أَخْرِجْنَا مِنْ هَذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ
أَهْلُهَا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ وَلِيًّا وَاجْعَل لَنَا مِنْ لَدُنْكَ
نَصِيرًا
Artinya : Mengapa
kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah
baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo`a: "Ya
Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya
dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari
sisi Engkau!". (An-Nisa :
75)
Dalam peperangan orang-orang muslim harus
menjaga emosi dan tetap mengontrol prilaku. Tidak boleh sembarangan membunuh
dan merusak. Firman Allah :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا
ضَرَبْتُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَتَبَيَّنُوا وَلَا تَقُولُوا لِمَنْ أَلْقَى
إِلَيْكُمُ السَّلَامَ لَسْتَ مُؤْمِنًا تَبْتَغُونَ عَرَضَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
فَعِنْدَ اللَّهِ مَغَانِمُ كَثِيرَةٌ كَذَلِكَ كُنْتُمْ مِنْ قَبْلُ فَمَنَّ
اللَّهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوا إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
Artinya Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka
telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan
"salam" kepadamu: "Kamu bukan seorang mu'min" (lalu kamu
membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di
sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu
Allah menganugerahkan ni`mat-Nya atas kamu, maka telitilah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (An-Nisa : 94)
Barang siapa yang membunuh manusia tanpa hak,
maka seolah-olah membunuhkan semua manusia. Firman Allah :
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ
فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا
أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا
Artinya : Barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.(Al-Maidah
: 32)
Dalam prakteknya, khalifah Abu Bakar
menasehati pasukan Islam yang akan berangkat berperang ke Syam di bawah
pimpinan Yazid bin Abi Sufyan. Abu Bakar
berkata,
“Wahai Yazid, ada sepuluh hal yang ingin aku
sampaikan kepadamu ; 1) Jangan engkau
membunuh bayi ; 2) Jangan engkau membunuh perempuan; 3) Jangan engkau membunuh
orang yang berusia lanjut ; 4) Jangan engkau menebang pohon yang berbuah ; 5)
Jangan engkau menghancurkan bangunan ; 6) Jangan engkau menyembelih binatang ternak
kecuali untuk dimakan; 7) Jangan engkau engkau meroboh pohon korma ; 8) Jangan
engkau membakar pohon korma ; 9) Jangan engkau berkhianat ; dan 10) Jangan
engkau takut”
Dalam agama Nasrani, diyakini Yesus adalah
pencinta damai dan memerintahkan para pengikutnya untuk tidak melawan orang-orang
yang berbuat tidak baik kepada mereka, bahkan ketika pipi kirinya ditampar maka
ajarannya memerintahkan untuk memberikan pipi kanan untuk ikut ditampar pula”.
Namun dalam Perang Salib batas-batas yang telah ditentukan oleh agama dilanggar
pelakunya terutama oleh umat Nasrani Eropa khususnya Perang Salib Pertama. Perbuatan
mereka seperti orang melalukan balas dendam yang sangat mendalam, sehingga
ketika mereka mengalahkan daerah-daerah yang dikuasai muslim, maka akan
berakhir dengan perbersihan etnis, dan menghabisi orang-orang Islam. Sejarawan Perang
Salib melukiskan “terdapat genangan darah sampai setinggi lutut kuda, darah dari pembantaian orang-orang Islam”.
Perang Salib adalah satu perang yang tidak
hanya dikenal di kalangan Islam saja, tapi juga begitu membekas di sanubari
kaum Nasrani. Perang Salib yang telah melibatkan umat Nasrani dan Islam ini
memakan waktu kurang lebih 200 tahun. Perang Salib disamping menimbulkan trauma yang
mendalam tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi orang-orang Nasrani.
Lebih jauh lagi, kebencian terhadap kaum Muslim yang ditanamkan oleh
pemuka-pemuka agama Nasrani kepada para pengikutnya (pada Perang Salib) hingga
detik ini tidak pernah sepenuh habis.
Sebagaimana layaknya perang, maka Perang
Salib telah menghabiskan dan menghancurkan berbagai hal, seperti harta benda bangunan-bangunan
dan nyawa manusia dalam yang besar serta kemanusiaan, walaupun di sisi lain
Eropa memperoleh pencerahan sesudahnya, karena selama peperangan mereka belajar
banyak hal dari dunia Islam yang jauh lebih maju dari mereka.
B. PENGERTIAN DAN
PENYEBAB PERANG SALIB PERTAMA
1. Pengertian
Perang Salib merupakan konflik bersenjata
terbesar pada akhir abad 11- akhir abad 13 M antara umat Kristen (utama Eropa) yang
berusaha merebut beberapa daerah dan Yerusalem dari tangan umat Islam yang menguasai
sebagian Eropa, Afrika Utara dan sebagian Asia. Daerah-daerah yang terlibat
dalam Perang Salib ini adalah Kurasan, Persia, Irak, Armenia Asia Kecil
(merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Saljuk) dan Mesir, Syiria, Palestina dan
Spanyol (merupakan wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyah).
Perang Salib merupakan kumpulan dari beberapa
babakan perang tersebut di atas yang diawali pertama kali tahun 1095 M oleh
kaum Kristiani atas himbauan Paus dengan alasan agama, walaupun kemudian tidak semua babakan
atas restu Paus. Awalnya perang ini diluncurkan sebagai respon Paus Urbanus II atas
permohonan Alexius dari Kekaisaran Byzantium yang beragama Kristen Ortodox Timur untuk melawan ekspansi Dinasti Saljuk yang beragama Islam ke Anatolia.
Pada hakikatnya, Perang Salib bukanlah
semata-mata perang agama antara Islam dan Kristen, melainkan juga perang untuk memperebutkan
daerah kekuasaan. Hal ini dibuktikan bahwa dalam babakan tertentu (di daerah
dan tempat tertentu), tentara Salib dan kelompok Muslim mengadakan perjanjian
damai dan saling membantu dalam menghadapi kelompok muslim lainnya.
Dalam perjalanan Perang Salib terdapat konflik kepentingan diantara
kerajaan-kerajaan Kristen, kekuatan-kekuatan politik dan para
pimpinan pendukungnya, sehingga beberapa ekspedisi
Perang Salib bergeser dari tujuan semulanya, seperti Perang Salib Keempat tujuan semulanya adalah menyerang Mesir
tetapi berubah dengan dijarahnya kota-kota Kristen, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel.
2. Penyebab
Perang Salib Pertama
Sebagaimana lazimnya sebuah konflik pasti
dipicu oleh berbagai hal, demikian juga halnya dengan Perang Salib Pertama. Penyebab
terjadi Perang Salib ini dapat dikelompok menjadi dua bagian, yakni : faktor-faktor
yang terdapat dalam tubuh umat Kristen dan/atau keadaan Eropa pada abad ke 11 M dan faktor-faktor yang
terdapat pada umat Islam pada masa itu.
a.
Faktor Kristen (Kondisi Eropa)
Penyebabkan timbulnya Perang Salib Pertama dari
pihak umat Kristen atau keadaan Eropa ketika
itu dapat dikelompokkan dalam beberapa faktor antara lain:
Ø Faktor
Ekonomi.
Semenjak umat Islam mengembangkan sayapnya
sampai ke Eropa, maka jalur strategis perdagangan di sepanjang pantai Timur dan
Selatan Laut Tengah berada di bawah kekuasaan umat Islam. Artinya sumber
ekonomi dari sektor perdagangan dikuasai orang-orang Islam. Pedagang-pedagang besar
Eropa yang berada di timur Laut Tengah seperti di kota Venesia, Genoa dan Pisa menyadari
keadaan ini dan berambisi untuk menguasai kota-kota dagang di sepanjang pantai tersebut
guna memperluas jaringan perdagangan mereka. Oleh karena itu mereka bersedia menanggung
sebagian dana yang dibutuhkan Perang Salib Pertama dengan maksud setelah
kemenangan diperoleh, kawasan tersebut menjadi pusat perdagangan mereka.
Di samping hal tersebut, kemiskinan melanda
Eropa ketika itu. Pada tahun 1033 M telah terjadi bencana kelaparan yang meluas
di Eropa. Ditambah lagi hukum warisan yang berlaku menetapkan, bahwa hanya anak
pertama yang berhak memperoleh warisan. Bila anak tertua ini meninggal dunia,
harta warisan menjadi hak gereja. Hal ini menambah buruk keadaan masyarakat dan
menambah jumlah orang-orang miskin, namun sebaliknya meningkatkan kekayaan
gereja dan kesejahteraan orang-orangnya. Dengan alasan perbaikan ekonomi
masing-masing, masyarakat awam Eropa tergerak hatinya mengikuti himbauan untuk berperang.
Ø Faktor Sosial
Strata sosial masyarakat Eropa pada masa itu
terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu golongan gereja; kaum bangsawan dan ksatria;
serta kelompok rakyat jelata. Meskipun kelompok rakyat jelata adalah bagian terbesar
dari jumlah penduduk Eropa saat itu, namun mereka berada dalam kemiskinan dan
keterbelakangan sehingga mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan
mereka sangat tertindas dan terhinakan oleh kelompok lainnya, khususnya dari
kaum bangsawan dan kesatria. Mereka harus tunduk kepada kemauan kelompok lain
dan diperlakukan dengan semena-mena. Kondisi ini membuat mereka sangat mudah
dimobilisasi oleh Gereja agar ikut berperang dengan janji kebebasan setelah
kemenangan.
Ø Faktor Agama
Pada tahun 962 M Otto I menjadi penguasa
Romawi Suci, kemudian berusaha membangkitkan Kekaisaran Romawi Suci di Barat. Hal
ini sejalan dengan usaha Gereja mereformasi semangat kejiwaan kristiani Eropa.
Reformasi dimulai di biara Ordo Benedektin Cluny di Burgundy dan banyak
cabang lainnya. Inti dari reformasi ini adalah para rahib ingin mengkristen
masyarakat Eropa dan menjadi Kristen sejati. Paus Urbanus II adalah salah satu
pendukung reformasi Cluny tersebut dan orang yang sangat berperan dalam menggerakkan
Perang Salib I.
Setiap orang Kristen meyakini, bahwa untuk menjadi
“Kristen Sejati” harus menempuh jalan rahib. Karena tidak mungkin dilakukan oleh
setiap orang Kristen, maka dicarilah jalan lain untuk menebusnya yaitu dengan
mengatur kehidupan seks (hanya boleh dalam waktu tertentu) dan melakukan ziarah
pertobatan. Ziarah ini kemudian menimbulkan pemujaan terhadap relik orang-orang
suci Kristen. Dalam hal ziarah ini mereka berkeyakinan bahwa tidak tempat yang
lebih suci dan lebih patut dikunjungi selain dari Yerusalem, karena ditempat
itulah Yesus wafat dan dibangkitkan kembali. Keyakinan seperti ini menyebabkan
orang-orang Kristen Eropa melakukan ziarah ke Yerusalem dengan penuh semangat.
Kebaktian ini adalah salah bentuk pemujaan hasil reformasi Cluny dan menjadi salah
satu penyebab terjadinya Perang Salib.
Bencana kelaparan yang telah menimbulkan
ketakutan mendalam bagi masyarakat Eropa dianggap sebagai kutukan atas
dosa-dosa yang mereka lakukan. Untuk menolaknya diadakan gerakan pertobatan
disamping gerakan perdamaian yang telah ada. Gerakan perdamaian yang tidak dapat
memberikan jalan keluar untuk mengatasi kelaparan, akhirnya menimbulkan
kesadaran dalam masyarakat bahwa mereka harus mampu mengubah nasib mereka
sendiri yaitu dengan berziarah secara beramai-ramai ke makam suci di Yerusalem.
Keinginan untuk ziarah ke Yerusalem bertambah
kuat karena ada keyakinan bahwa akan muncul Anti-Kristus yang menakutkan di sana.
Bertempur melawan Anti Kristus akan mengantarkan pada “Hari Akhir” dan penyelamatan yang menentukan. Tuhan akan menjadikan
Yerusalem Baru dengan dunia baru yang lebih baik, artinya para peziarah
tersebut memaksa Tuhan untuk menyelamatkan mereka dengan merubah nasib sendiri
dan hal ini juga menjadi unsur penting dalam menggerakkan masa menuju Perang
Salib.
Selanjutnya, kepercayaan “penebusan dosa”
adalah faktor cukup penentukan dalam menimbulkan peperangan. Hal Ini menjadi
dorongan kuat bagi setiap orang yang merasa pernah berdosa untuk mencari cara
menghindar dari kutukan dan abadi di neraka. Persoalan ini diperdebatkan dengan
hangat oleh para Tentara Salib tentang apa sebenarnya arti dari “penebusan
dosa” itu. Kebanyakan mereka percaya bahwa dengan merebut Yerusalem kembali,
mereka akan dijamin masuk surga pada saat mereka meninggal dunia.
Ø Faktor Politik
Kekuasaan
Wilayah kekuasaan negara Saljuk bertambah
sampai ke sepanjang pantai mendekati kerajaan Bizantium, menyebabkan kaisar
Bizantium merasa terancam kekuasaannya memohon bantuan ke Eropa. Permohon tersebut mendapat perhatian yang cukup luas dari
penguasa Eropa termasuk penguasa agama yaitu Kepausan, tapi tidak beraksi.
Ancaman Saljuk semakin nyata bagi kaisar Bizantium setelah ia mendengar, bahwa
telah terjadi tekanan oleh Saljuk terhadap kaum Kristen, maka Alexius Comnenus I (penguasa berikutnya) meminta bantuan kepada Eropa khususnya kepada
Paus Urbanus II (Paus berikutnya). Urban memandang permintaan bantuan tersebut
sebagai suatu kesempatan memperluas dan memperkokoh kekuasaan kepausan Gereja di
Bizantium yang sudah lama tidak menghormati Gereja-Barat. Oleh sebab itu ia
menyambut permintaan itu dengan antusias dan membuat seruan Perang Salib I pada
sidang Konsili Clermont.
Faktor perebutan
kekuasaan ini akan semakin terlihat jelas, ketika bangsawan Eropa yang memimpin
peperangan ini berbagi kekuasaan setelah penaklukkan suatu daerah dari tangan
musuh mereka, tidak peduli apakah yang ditalukkan itu daerah Islam atau Kristen
sendiri.
Ø Faktor
Psikologis
Semenjak orang-orang Islam mengembangkan sayap
dengan merebut wilayah-wilayah strategis
di bawah kekuasaan orang-orang Eropa yang bergama Kristen telah menanam bibit
permusuhan. Kerajaan-kerajaan mereka diambil dan kekuasaan mereka diturunkan.
Akibatnya orang-orang Eropa memendam sakit hati dan kebencian kepada umat Islam
dan penguasanya. Mereka yang merasa dirugikan, kemudian menghimpun kekuatan,
menunggu waktu yang tepat untuk membalas dendam.
Penyerbuan dari luar selama beabad-abad telah
memeliterisasi orang-orang Eropa dalam rangka mempertahan diri. Mereka
membentuk identitas mereka dalam kekerasan, yang mereka pandang sebagai
perbuatan mulia. Berakhirnya penyerangan dari luar dikombinasikan dengan
stabilnya perbatasan Eropa sesudah peng-Kristen-an bangsa-bangsa Viking, Slav dan Magyar, telah membuat kelas petarung bersenjata menggunakan
energinya secara salah, yaitu untuk bertengkar satu sama lain dan menteror penduduk
setempat. Gereja berusaha untuk menekan kekerasan yang
terjadi melalui gerakan-gerakan perdamaian.
Usaha ini dinilai berhasil, akan tetapi para
kesatria yang berpengalaman selalu mencari tempat untuk menyalurkan kekuatannya
dan kesempatan untuk memperluas daerah kekuasaan pun menjadi semakin tidak
menarik bagi mereka. Himbauan Perang Salib I dari Urbanus II mereka sambut
dengan gembira sebagai penyaluran dari keinginan terpendam.
b. Faktor umat Islam (Situasi Timur Tengah)
Keberadaan Muslim di Yerusalem harus dilihat
sejak penaklukan bangsa Arab terhadap Palestina pada abad ke-7. Hal ini sebenarnya tidak
terlalu mempengaruhi penziarahan tempat-tempat suci kaum kristiani di Yerusalem
atau keamanan biara-biara dan masyarakat Kristen di tanah Suci Kristen ini.
Sementara itu, bangsa-bangsa di Eropa Barat tidak terlalu perduli atas
dikuasainya Yerusalem – yang berada jauh di Timur - sampai ketika
mereka sendiri mulai menghadapi invasi dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa
non-Kristen lainnya seperti bangsa Viking dan Magyar.
Titik balik lain yang berpengaruh terhadap
pandangan Barat kepada Timur adalah ketika pada tahun 1009 M, kalifah Bani Fatimiah, Al-Hakim bi-Amr Allah memerintahkan penghancuran Gereja Makam Suci
(Church
of The Holy Sepulchre). Penerusnya kemudian memperbolehkan
Kekaisaran Byzantium untuk membangun gereja itu kembali dan memperbolehkan para
peziarah untuk berziarah lagi. Akan tetapi banyak laporan yang beredar di Barat
tentang kekejaman kaum Muslim terhadap para peziarah Kristen. Laporan yang
didapat dari para peziarah yang pulang. Peristiwa ini dalam perkembangan kemudian
memainkan peranan penting menuju Perang Salib pada akhir abad itu.
Sejalan dengan itu, pada abad kesepuluh dan
kesebelas Masehi kondisi umat Islam sendiri jauh dari persatuan. Perpecahan
politik dan perebutan kekuasaan telah menimpa Dinasti Abassyah, bahkan
permusuhan antar dinastipun makin meningkat. Kondisi ini menyebabkan melemahnya
kekuatan Islam dan sebaliknya membuat bangsa-bangsa Eropa kembali muncul. Umat
Kristen Eropa dan Bizantium mulai menyerang dan merebut daerah-daerah tertentu,
seperti bangsa Norman di Sisilia, kaum Kristen Spanyol Utara di Toledo dan
Bizantium di Suriah.
Konflik internal antara sesama
kerajaan-kerajaan Islam dan kekuatan-kekuatan politik yang ada turut
mengundang terjadi perang salib. Sering
juga terjadi persekutuan antara satu faksi dengan orang-orang di luar
Islam melawan faksi lainnya, bahkan untuk melawan saudaranya sendiri sebagian mereka
mengundang Tentara Salib untuk membantunya.
c. Penyebab Langsung
Penyebab langsung dari Perang Salib Pertama adalah permohonan Kaisar Alexius I kepada Paus
Urbanus II untuk
menolong kekaisaran Byzantium menahan laju invasi tentara Muslim ke dalam
wilayahnya. Meskipun waktu itu pertentangan
Timur-Barat sedang
berlangsung antara gereja Katolik Barat dengan gereja Orthodox Timur, Alexius I mengharapkan respon yang positif atas
permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar namun hanya sedikit
bermanfaat bagi Alexius I (setelah Perang Salib Pertama
tidak banyak memperoleh keuntungan). Paus menyerukan
bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan tetapi untuk merebut kembali Yerusalem. Sambutan Paus ini sebagaimana telah
dikemukakan sebelumnya, bahwa Paus ingin mengembangkan sayap kekuasaannya dari
Barat sampai ke Timur. Kemudian menyerukan agar semua gereja Eropa mengirim
utusan pada Sidang Konsili Tahunan Gereja.
Pada tanggal 25 November 1095, di Konsili
Clermont, Paus Urbanus II menyampaikan pidato yang membakar sentimentil keagamaan
dan semangat orang-orang Kristen untuk membenci orang Islam khususnya Turki.
Isi pidatonya antara lain : “Orang Turki adalah ras terkutuk, sungguh-sunguh
jauh dari Tuhan, orang-orang yang hatinya tidak mendapat petunjuk dan jiwanya
tidak diurus oleh Tuhan. Membunuh moster yang tidak bertuhan ini adalah
tindakan suci. Kita orang-orang Kristen wajib memusnahkan ras keji ini dari
negeri kita”.
Ia berseru: "Pisahkanlah daerah itu
dari tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu." Ia
menjanjikan surga bagi tentara yang mati dalam pembebasan tanah suci. "Deus
vult! Deus vult! (Tuhan menghendakinya)," teriak para peserta.
Mungkin, para pejuang tersebut merasa bahwa
membunuh seorang musuh non-Kristen adalah kebajikan. Membabat orang-orang kafir
(orang-orang Muslim) yang telah merampas tanah suci orang Kristen tampaknya
seperti tindakan melayani Tuhan.
Untuk mendorong tentara Perang Salib, Urbanus
dan para Paus yang mengikutinya menekankan "keuntungan" spiritual
dari perang melawan orang-orang Muslim itu. Urbanus meyakinkan para pejuang itu
bahwa dengan melakukan perbuatan ini, mereka akan langsung masuk surga, atau
sekurang-kurangnya dapat memperpendek waktu di api
penyucian.
Pidato-pidato yang sama isinya kemudian
dikobarkan oleh para pengkotbah agama Kristen Eropa. Ketika para pengkotbah utusan
Paus melintasi Eropa, merekrut para ksatria untuk pergi ke Palestina, mereka mendapatkan respons antusias dari
pejuang-pejuang Perancis dan Italia. Banyak di antaranya tersentak karena tujuan
agamawi, tetapi tidak diragukan juga bahwa yang lain berangkat untuk keuntungan
ekonomi. Ada juga yang ingin berpetualang merampas kembali tanah peziarahan di
Palestina, yang telah jatuh ke tangan Muslim.
Boutros seorang pendeta dari Perancis salah
satu yang menonjol diantara pekhotbah lainnya, menyediakan diri berkeliling negeri untuk menyampaikan pesan Paus dan mengobarkan
semangat perang. Dengan gaya bahasa yang memukau, ia telah berhasil menggerakkan
masyarakat Kristen dari berbagai golongan : orang-orang gembel, hamba sahaya, penjahat
dan narapidana. Di bawah pimpinan Boutros pada tahun 1096 berangkatlah 60.000
tentara, yang kemudian disusul oleh 100.000 orang laki-laki dan segerombolan
pendeta serta para peziarah.
Pasukan yang tidak
berpengalam ini melakukan kejahatan sepanjang perjalanan sehingga memaksa
orang-orang Bizantium dan Hongaria menghentikan kebrutalannya dengan jalan
membunuh anggota pasukan tersebut. Sisanya meneruskan
perjalanan tapi disambut secara sporadis oleh tentra Saljuk sehingga menewaskan
semuanya. Perang yang dikomandoi oleh Boutros telah gagal total, tapi beritanya
ikut memicu bangkit masyarakat Eropa dari berbagai kalangan menuju peperangan
merebut tanah suci umat Kristen.
C. PERJALANAN PERANG SALIB PERTAMA
Perjalanan dari Eropa menuju Yerusalem
menempuh route darat yang panjang, melewati beberapa daerah kekuasan kaum
Muslim dari utara ke selatan. Para tentara
Perang Salib yang dipimpin oleh para bangsawan Eropa dan beberapa yang menonjol
diantaranya adalah Bahemond, Baldwin, Godfrey dan Raymond. Keikutan sertaan
Bahemond, Balwind dan Goldfrey adalah alasan duniawi karena mereka tidak punya
pengharapan hidup lebih baik di Eropa. Bagi Bahemond Perang Salib adalah sebuah
jalan nyata untuk mendapatkan sebuah kerajaan, sebagimana janji ayahnya yang
gagal diwujudkan. Menarik untuk dikemukakan komentar Karen bahwa “adalah mudah
untuk mengabaikan kesalehan ala Eropa seperti yang ditunjukkan Bahemond sebagai
bentuk sebuah kemunafikan, yang menyembunyikan sebuah ambisi teritorial dengan
bahasa agama”. Demikian juga Baldwin, dia membawa serta isteri dan anak-anak
dalam peperangan ini, jelas dia ingin mencari penghidupan baru dan tidak ingin
kembali ke Eropa. Setali tiga uang dengan Bahemond dan Baldwin, Godfrey pun
demikian, walaupun dalam dirinya terdapat kesalehan dalam beragama. Bagi Goldfrey Perang Salib adalah perpaduan
kepentingan teologi dan kebutuhan ekonomi. Hanya Raymond dari orang-orang
tersebut yang berperang murni karena agama.
Dari kenyataan di atas dengan jelas menggambarkan
bahwa Perang Salib lebih banyak bermotifkan kekuasaan dan ekonomi dari motif
agama bahkan Paus sendiri kelihatan bermotif agama tapi tetap saja kekuasaan
dan materi (karena orang-orang gereja termasuk orang sejahtera ketika itu)
Dalam perjalanannya menuju tanah suci, mereka
terlebih dahulu berkumpul di kota Konstatinopel dan bergerak melalui Anatolia
menuju Suriah. Para Tentara Salib sangat takjub melihat istana-istana,
gereja-gereja dan taman-taman yang di kota Konstatinopel, karena di Eropa tidak
mempunyai gedung-gedung yang sebagus itu. Para Tentara Turki mencoba menghadang
laju Tentara Salib, namun dalam pertempuran Dorylaeum di pinggiran daratan
Anatolia kaum Frank dapat menaklukkan Sultan Saljuk, Qilij Aslan I pada bulan
Juli tahun 1097.
Kemudian pasukan Perang Salib melanjutkan
perjalanannya ke Antiokhia, tapi sekelompok Tentara Salib
memisahkan diri di bawah pimpinan Baldwin menyeberang ke kota Edessa yang
dikuasai Kristen Armenia dan berpenduduk sedikit muslim. Kota ini berhasil
ditaklukan pada 10 Maret 1098 yang diikuti dengan mendirikan negara Tentara
Salib I di wilayah tersebut dengan Baldawi sebagai rajanya.
Bersamaan
dengan itu, sebagian besar pasukan Salib menuju sasaran berikutnya, yaitu kota Antiokhia. Setelah pengepungan selama sembilan
bulan (Oktober 1097-Juni 1098 M), kota yang berada dibawah pimpinan gubernur
Yaghisiyan ini jatuh ke tangan Tentara Salib pada Juni 1098 M dan didirikanlah
Kerajaan Latin II di Timur dengan Bahemond sebagai rajanya.
Selama pengepungan bukan berarti tidak ada
perlawanan dari kelompok Islam, namun tidak cukup kuat untuk mempertahankan
kota Antiokhia. Bahkan ketika Yaghisiyan
meninggal perlawanan masih terus berlanjut. Kejatuhan Antiokhia dipercepat oleh
pengkianatan kelompok pasukan baju baja (bagian dari tentara kerajaan) yang
menaruh dendam terhadap Yaghisiyan. Mereka melakukan itu dengan jalan merebut
benteng salah satu kota, kemudian menjualnya kepada kaum Frank, dan membawa Tentara
Salib masuk kota pada malam hari. Ditambah lagi pemimpin pasukan Islam dalam
perlawanan tersebut tidak cukup ahli untuk memimpin pasukan perangnya, sehingga
menimbulkan perpecahan di antara sesama mereka.
Kota selanjut yang ditaklukkan oleh pasukan kaum Frank
adalah Ma’arrarat al-Nu’man, Suriah pada bulan Desember 1098 M. Di kota ini
pasukan kaum Frank menawarkan agar penduduknya menyerahkan kota secara damai dengan
jaminan keselamatan dan keamanan harta benda mereka. Namun
orang-orang Islam tidak mencapai kata sepakat di antara sesama mereka soal-soal
syarat-syarat tersebut (ada perpecahan dalam tubuh kaum muslim). Akhir pasukan
kaum Frank merebut kota dengan kekerasan, membunuh dan menyiksa penduduk dan
merampas harta benda yang mereka temui
serta merusak Masjid-masjid dan bangunan lainnya.
Kota Yerusalem menjadi
sasaran Tentara Salib berikutnya sekaligus merupakan tujuan utama perjalanan
tersebut dilakukan. Ketika mereka tiba di Yerusalem tanggal 7 Juni 1099 M,
mereka tercengang melihat kekuatan dan keagungan bangunan-bangunannya karena
melebihi apa yang ada di dunia Kristen Barat di samping mereka merasakan
kekuatan magisnya. Kemudian mereka membuat dua menara pengepungan tempat mereka
bisa menyerang benteng-benteng kota sambil mempelajari dan meminta nasehat dari
seorang pertapa setempat cara menyerang kota. Diawali dengan ritus-ritus
tertentu, berjalan dengan telanjang kaki dan mendengar khotbah-khotbah di
Gereja sesuai dengan petunjuk pertapa tersebut, para Tentara Salib bergerak menuju
tempat yang telah ditentukan. Akhirnya secara tiba-tiba mereka bergerak menyerang
benteng kota dengan keyakinan dan
semangat yang tinggi bahwa mereka akan menaklukkan kota. Namun mereka menemui
kegagalan dan kembali ke kemah di luar kota diiringi cemoohan dan sorak kaum
muslimin. Tentara Salib bersumpah akan melakukan pembalasan atas semua itu.
Pada tanggal 15 Juli 1099 M kaum
Frank memaksa masuk kota dengan kekuatan penuh dan menaklukkannya. Selama dua hari kaum Frank menyerang
penduduk kota ini dan mempertontonkan kekejamannya. Banyak penduduk kota
Yerusalem yang tewas dibunuh dan banyak yang melarikan diri ke tempat
peribadatan. Kaum Yahudi berkumpul di sinagog dan kaum Frank membakarnya.
Orang-orang muslim yang bersembunyi di Masjidil Aksa dibantai, baik orang tua
maupun yang sakit.
Banjir darah mengikuti kemenangan mereka di
Kota Suci itu. Bagi mereka yang selamat melarikan diri ke Damaskus. Taktik para
Tentara Perang Salib ialah "tidak membawa tawanan" termasuk menjadi
penyebab dilakukannya pembantaian tersebut. Seorang pengamat yang merestui
tindakan tersebut menulis bahwa para prajurit "menunggang kuda mereka
dalam darah yang tingginya mencapai lutut kuda". Di Yerusalem didirikan kerajaan Latin III, dan mengangkat Godfrey sebagai penguasanya. Setelah itu mereka
berubah sikap, dari penyerangan ke pertahanan. Mereka mulai membangun
benteng-benteng baru, yang hingga kini, sebagian darinya masih terlihat.
D. DAMPAK PERANG SALIB PERTAMA
Perang Salib Pertama berjalan dalam waktu yang relatif singkat,
maka dampak ditimbulkan baru sebatas yang kelihatan sebagai akibat langsung
dari peperangan itu, seperti kehancuran, kematian dan ketakutan bagi yang kalah
(kaum Musli) dan eforia kemenangan bagi kaum Frank. Walaupun begitu dari perang
ini dapat dicatat beberapa hal sebagai berikut;
1. Kerugian dan Respon Umat Islam
Mudahnya Tentara Salib menalukkan
wilayah-wilayah Islam mulai dari Sisilia- Suriah-Lebanon adalah suatu yang
wajar, mengingat kondisi umat Islam ketika
itu sudah lupa diri. Umat Islam tidak
lagi melaksanakan ajaran-ajaran Islam secara menyeluruh, mereka saling
berperang, menciptakan kebencian dan permusuhan antara sesama serta mendorong musuh-musuh masuk
kewilayah-wilayah mereka ditambah lagi dengan keengganan berjihad karena sudah
menyenangi kehidupan duniawi.
Respon umat Islam secara umum terhadap Perang
Salib awal ini biasa-biasa saja, bahkan apatis, kompromi dan sibuk dengan
persoalan-persoalan sendiri. Sebagaimana telah dikemukakan di awal bahwa dalam
tubuh kerajaan-kerajaan Islam sedang terjadi perebutan kekuasaan. Demikian pula
dengan dinasti-dinasti yang sedang berkuasa,
di antara mereka terjadi pula perselisihan dan peperangan, sehingga kalaupun
ada serangan dari non muslim, hal itu dianggap biasa dan bukan perang agama.
Tentu tidak demikian halnya dengan
orang-orang yang daerahnya terkena langsung oleh serangan Tentara Salib, mereka
mengalami keterkejutan, ketakutan dan kebingungan yang luar biasa. Untuk
semetara waktu orang-orang Islam akan mengalami trauma. Kondisi ini terjadi
karena mereka tidak siap menghadapi serangan sedahsyat dan sebrutal tersebut.
Karena Perang Salib Pertama dilakukan di
wilayah Islam, maka kerugian yang besar berada pada pihak Islam. Rumah-rumah
dan bangunan umat Islam diruntuhkan dan dibakar menyebabkan mereka kehilangan
tempat tinggal. Harta benda mereka dirampas akan menyebabkan kemiskinan baru.
Dikuasainya beberapa jalur perdagangan stategis yang selama ini menjadi sumber
pendapat bagi umat Islam, sekarang berpindah tangan ke kaum Frank yang tentu
saja sangat berpengaruh kepada keadaan ekonomi masyarakat sekitarnya. Tentu
yang paling buruk akibatnya adalah ketika adanya pembersihan golongan seperti
yang di lakukan Tentara Salib di Yerusalem, tidak hanya menimbulkan kedukaan
yang mendalam, tapi dapat pula menimbulkan trauma atau dendam tinggi.
Kaum muslim yang luput dari pembantaian
kemudian melarikan diri dari Palestina ke negeri-negeri Arab sekitarnya. Selang
beberapa hari kota Damaskus mulai dibanjiri oleh para pengunsi dari Palestina
sambil membawa mushaf Alquran Utsmani. Penyelamatan ini dilakukan agar tidak
terjadi penghinaan oleh kaum Frank terhadap Alquran. Ketika rombongan pertama
sampai di Damaskus, mereka disambut oleh Qhadhi Abu Sa’ad Al-Hawari dan membawa
mereka ke masjid Agung milik khalifah di Baghdad. Para pengungsi menceritakan
keadaan mereka sambil menangis kepada para jamaah masjid. Mendengar kisah itu para
jamaah ikut menangis, tetapi tidak ada langkah praktis yang dilakukan untuk
menolong mereka.
Sesungguh kalau umat
Islam sadar dan tidak saling bermusuhan, maka mereka dengan mudah dapat
mengalahkan kaum Frank yang tidak semuanya terlatih untuk berperang, tidak lagi
dalam keadaan bugar karena telah melakukan perjalanan jauh, perbekalan yang
kurang memadai karena keterbatasan daya angkut dalam jumlah besar untuk keperluan personil pasukan yang banyak, waktu
yang lama dan perjalanan nan jauh, demikian pula dengan bala bantuan yang akan
mendukung sangat jauh jaraknya. Namun umat
Islam tidak melihat celah itu untuk dimanfaat melakukan serangan balik,
lagi-lagi karena satu sama lain saling
curiga dan kalaupun ada yang mengingatkan tidak akan dihiraukan.
Kemudian secara perlahan tetapi pasti mulai timbul
perlawanan di beberapa daerah Islam terhadap Tentara Salib. Semangat jihad secara
berangsur mulai bangkit di tubuh kaum muslim seiring dengan munculnya beberapa
panglima pasukan yang sekaligus menjadi pimpinan daerah tertentu maju ke medan
peperangan untuk merebut kembali daerah-daerah yang telah direbut oleh kaum
Frank.
Pidato Urbanus II menjelang Perang Salib Pertama
yang mengatakan bahwa “Orang Turki adalah ras terkutuk, ……; Membunuh moster
yang tidak bertuhan ini adalah tindakan suci;
Kita orang-orang Kristen wajib memusnahkan ras keji ini dari negeri
kita”; "Pisahkanlah daerah itu dari
tangan bangsa yang jahat itu dan jadikanlah sebagai milikmu" dan lain-lain
yang mendatang kebencian tidak pernah direvisi, dikoreksi atau dianulir oleh
pihak Gereja, bahkan jauh setelah perang usai kebencian itu tetap lestarikan. Kebencian-kebencian tersebut disebarkan ke
seluruh gereja-gereja di dunia sampai abad ke dua puluh, sehingga pandangan
orang-orang Kristen terhadap Islam selalu negatif dan buruk.
Dengan dalih untuk
mengobarkan semangat orang-orang Kristen Eropa agar ikut dalam Perang Salib,
pihak Gereja secara membabi buta menjelek-jelekkan dan menghina Islam, Nabi
Muhammad dan Alquran, sehingga kebenaran dan kebaikkan Islam tertutup bagi
masyarakat dunia Barat. Penodaan
tersebut terus berlanjut sampai era globlisasi ini serta didukung oleh berbagai
kalangan termasuk para ilmuwan. Seorang ilmuwan semestinya bersikap objektif
dan tidak bias dalam mengunggapkan fakta dan data, namun tidak demikian hal pada
sebagian para ahli Islam Barat. Mereka turut menyebarkan “secara ilmiah”
data-data yang dari sumber yang tidak benar atau data yang benar tapi dengan
kaca mata yang salah. Hal ini sangat merugikan umat Islam.
2. Keuntungan Bagi Eropa/Umat Kristen
Perang Salib Pertama sejak awal digelorakan telah
mengantar pengaruh kekuasaan Kepausan Gereja
terhadap kerajaan-kerajan di Eropa
semakin besar. Kepausan Gereja mempunyai kekuasaan untuk mengumumkan
perang dan menyerukan ke seluruh negeri di Eropa tanpa dibatasi oleh kekuasaan
kerajaan-kerajaan, sehingga mampu mempersatukan penduduk Eropa atas nama agama.
Kemenangan dalam Perang Salib Pertama, makin memperluas kekuasaannya ke wilayah
Timur.
Perjalanan Perang Salib Pertama membuka mata
orang-orang Eropa Barat bahwa kebudayaan Islam jauh lebih tinggi dari mereka.
Walaupun Eropa bagian lain telah bersinggungan dengan budaya Islam sejak
lama, namun hanya untuk orang-orang tertentu. Bangsa Eropa sebelum Perang Salib
berada alam Abad Kegelapan, tapi semuanya mulai berubah semenjak perjalanan
awal mereka menuju “Kota Suci” dalam rangka memenuhi seruan Urbanus II. Perang
Salib Pertama telah menjadi sebuah aksi kerjasama dan penuh kesadaran yang
pertama dari Eropa yang baru bangkit, merangkak dari masa suram dan
ketidakberdayaan menuju masa lebih baik. Di yakini, bahwa pasti ada orang-orang
dari kaum Frank yang berpikir cerdas dan mempunyai pandangan jauh ke masa depan
sehingga ingin merubah nasib Eropa seperti kaum muslim. Hal ini dapat menjadi
sebagian bibit kemajuan berikutnya.
Kebutuhan untuk menyediakan memuat, dan mengirimkan
akomodasi balatentara Perang Salib yang besar jumlahnya
telah menumbuhkan perdagangan di seluruh Eropa. Kemenangan Perang Salib Pertama
yang diperoleh oleh kaum Frank membuka peluang bagi para pedagang Eropa untuk
berkembang lebih luas lagi dan membuka jalan bagi untuk menguasai lalu lintas
perdagangan antara Timur dan Barat.
E.
KESIMPULAN
Dari perjalanan Perang Salib
Pertama sebagaimana telah dipaparkan di atas dapat disimpulkan bebrapa hal sebagai
berikut :
1.
Perang Salib Pertama dipicu bukan oleh kepentingan agama melain
oleh kepentingan kekuasaan baik bagi Bizantium maupun bagi Kepausan yang oleh
Paus Urbanus II dibungkus menjadi perang agama antara Islam dan Kristen.
2.
Sebagian besar pemimpin Perang Salib Pertama berangkat ke
medan perang bukan bermotiv agama melainkan untuk memperbaiki keadaan
penghidupan melalui kekuasan yang
diperoleh.
3.
Masyarakat awam yang ikut Perang Salib Pertama terdiri
dari berbagai kelompok sosial seperti para penjahat, para nara pidana,
orang-orang miskin dan masyarakat biasa tentu mempunyai motiv yang berlainan.
4.
Perang Salib Pertama memberi pencerahan baru bagi Eropa,
sehingga mempercepat mereka keluar “era kegelapan”.
5.
Perang Salib Pertama dimenangi secara sukses oleh kaum
Fank (umat Kristen).
6.
Perang Salib Pertama melibatkan banyak negara,
menghabiskan banyak harta benda, meruntuhkan dan menghancurkan karya-karya
peradaban sebelumnya, menghilangkan banyak nyawa tak berdosa dan menjatuhkan kekuasaan kaum Muslim.
7.
Tidak sepadan keuntungan yang diperoleh dengan
kehancuran/kerugian yang ditimbulkan.
Daftar Pustaka
Armstrong, Karen, Perang Suci :
dari Perang Salib hingga Perang Teluk, Jakarta : Serambi Ilmu Semeta, 2003.
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahan.
Edyar, Busman dkk., Sejarah Peradapan Islam,
Jakarta : Pustaka Asatrus, 2009.
Hillenbrand, Carole, Perang
Salib : Sudut Pandang Islam, Jakarta : Serambi Ilmu Semesta, 2007
Matius, Injil : Perjanjian Baru, Jakarta : Lembaga Alkitab,
2009
Qardhawi, Yusuf Al, Islam Ramah Lingkungan, Jakarta : Pustaka
Al-Kautsar, 2002
Tim Penysun Depag RI, Ensiklopedia Islam Indonesia, Jakarta
: Depak RI, 1987
Wakil, Muhammad Sayyid Al-, Wajah
Dunia Islam, Jakarta : Pustaka Al-Kausar, 1998.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Rajwali
Pers, 1999.
Wiki Pedia
Bahasa Indonesia, Ensiklopedia Bebas : Perang Salib, http://id.wikipedia.
org/ wiki/Perang_Salib
____________ Ensiklopedia Bebas Perang Salib Kedua, http://id.wikipedia.org/wiki/ Perang_Salib_Kedua
Tidak ada komentar:
Posting Komentar